Minggu, 21 Juni 2020

Tugas Filsafat Islam 1 Juni 2020

Suara.com - Seorang pria kulit hitam  tampak kesakitan ketika tubuhnya ditindih oleh polisi. Pria bernama George Floyd itu berusaha mengambil napas namun semakin ia melawan, semakin besar juga tekanan yang dirasakan.

Tak lama setelah diselamatkan, George justru menghembuskan napas terakhir. BBC melaporkan nyawanya tak tertolong meskipun ia sudah dilarikan ke rumah sakit. Kemarahan publik memuncak atas kejadian ini.

Sekali lagi Minneapolis menjadi saksi bagaimana rasisme terus menggerus Amerika.

Unjuk rasa atas kematian George Floyd tak bisa dibendung, massa berkerumun di depan gedung putih dan mulai mengunci kantor pemerintahan, tempat Presiden Trump memimpin negaranya. Mereka menuntut keadilan atas kematian Floyd.

Kasus ini tak sesederhana kasus pembunuhan lainnya. Nafas Floyd yang tersekat adalah potret nyata bagaimana ras kulit hitam berdiri dalam bayangan ketakutan.
Keisha N. Blain, seorang profesor madya bidang sejarah di Universitas Pittsburgh menulis di Washington Post bahwa kekerasan terhadap Floyd hanya berselang dua bulan setelah kematian wanita kulit hitam bernama Breonna Taylor.

Keisha mengungkapkan bahwa ancaman orang kulit hitam di Minneapolis bukanlah virus yang menjadi pandemi, tapi kekerasan polisi.
Komentar :
Berita di atas mengingatkan saya pada dua kisah, yakni kisah rasisme di negeri sendiri ( rasis pada orang Papua) dan kisah Bilal bin Rabbah sang gagak hitam yang dimuliakan Allah, beliau hidup dimasa Rasulullah.
seorang budak hitam yang dianggap hina dan tidak pantas mendapatkan tempat pada posisi apa pun secara sosial di masyarakat. Namun, Islam  datang membawa prinsip egaliterian, ajaran tentang persamaan hak dan derajat kemanusiaan sehingga budak hitam legam yang hina sekalipun diangkat derajatnya sebagai manusia terhormat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar